Tuesday, April 19, 2011

Penyesalan

“Sudahlah! Aku bosan dengan semua petuah-petuah ini” dengan kerasnya Clara berteriak kepada ibunya. “Tapi kau harus kuliah di kedokteran sayang, ibu hanya ingin kau menjadi dokter seperti kakak-kakamu” Ibu Clara pun kembali mengulang kata-kata yang sangat di benci Clara yaitu dia harus menjadi dokter. “Aku tidak ingin kau mengatur hidup ku, aku ingin menjadi pelukis, apa kau tidak pernah mengerti keinginan ku? Aku sudah muak bergelut di bidang yang tidak ku sukai”. Clara kembali mengucapkan kata-kata itu dengan kerasnya. “Apa yang kau harapkan dari pelukis? Hanya pekerjaan membuang-buang waktu saja”. Ibunya mulai melunakkan kata-kata nya karena ia tahu jika anak nya menjadi pelukis, dia akan teringat kepada mantan suami nya yang telah meninggalkannya demi wanita itu.

Maaf aku meninggalkan ibu, aku tau ibu tidak akan pernah merestui ku menjadi seorang pelukis, namun inilah dunia ku, aku merasa senang dengan semua ini, jangan khawatirkan aku”. Surat yang Clara letakkan diatas meja makan ketika pagi ibu nya ingin sarapan untuk berangkat ke kantor. Air mata menetes di pipi ibu nya Clara mengingat anak bungsu nya akan meninggalkan nya demi cita-cita dia yang tidak ia sukai itu.


Tiba di sebuah kota kecil di Jawa Tengah yang tak banyak penduduk dan lingkungannya pun masih asri “Dengan modal uang yang apa adanya sekarang aku akan membeli kanvas-kanvas dan perlengkapan lukis lainnya serta aku akan menyewa rumah” Clara menghitung uangnya. Sejenak clara mengambil ponsel dari sakunya dan melihat puluhan kotak masuk dari Ibunya, lalu ia matikan ponselnya dan mematahkan kartunya itu “Mengganggu saja”. Clara seperti sangat dendam terhadap ibunya.


“Terima kasih bu, semoga saya akan betah tinggal disini”. Rumah itupun menjadi tempat dimana Clara akan mendapat jutaan inspirasi untuk lukisan-lukisannya. “haaaah, melelahkan.. akhirnya dapat juga rumah yang murah sewanya”. Clara bersandar karena lelahnya ia mencari rumah yang sewanya sangat miring harganya.
“Permisi..” suara lelaki itu terdengar dibalik pintu. “Siapa lagi ini mengganggu istirahat ku saja” bisik Clara dalam hati. “Iya siapa?” Clara tegak dengan malasnya dan membukakan pintu untuk lelaki tadi.

“Silahkan mbak dibaca selebarannya?” lelaki itu memberikan selebaran kepada Clara. “Ini apa?” Ketusnya Clara bertanya kepada lelaki itu. “Ini selebaran dari Fakultas Kedokteran Universitas Dipenogoro untuk siswa/i yang akan mengambil jurusan selepas SMU” lelaki itu menjelaskan. “Dokter lagi, dokter lagi.. masih adakah kata dokter yang akan ku dengar? Aku sudah muak mendengar kata itu, sebaiknya kau pergi saja”
Dengan kuatnya Clara menghempaskan pintu rumahnya dan merobek selebaran tadi. Lelaki itu pun pergi.

*

Ibu Clara adalah sebuah pengusaha besar dan terkenal di Jakarta Pusat. Di kantornya, Ibu Clara selalu gelisah bagaimana keadaan anaknya. Dia sangat menyayangi anaknya dan dia tidak pernah tau kapan anaknya akan meninggalkan dia seperti ini. Di sisi lain, ia hanya tidak ingin kenangan buruk bersama suaminya itu terulang jika Clara akan menjadi seorang pelukis. Suami nya dulu pernah bercerita bahwa lukisan wanita yang ia buat bukan untuk dirinya, tetapi untuk wanita yang sangat ia cintai tetapi bukan dirinya. Jika hal itu teringat kembali di pikirannya, hanya air mata yang jatuh membasahi pipinya.

Di sisi lain yang bersamaan. “Akhirnya lukisan ini selesai juga”. gumam Clara. Dia telah menyelesaikan lukisan perdana yang berisi tentang hiruk pikuk kota kecil itu. Karena letih Clara kembali ke kamar dan melihat persediaan uangnya. “Ya ampun uang ku tinggal segini?” desis Clara. “Apakah aku harus menjual lukisan perdana ku? Memangnya siapa yang akan membelinya?” Clara pesimis. Esoknya Clara membawa lukisan ke galeri-galeri yang mau membeli lukisan Clara, tetapi hanya 1 galeri yang mau menerima lukisan Clara. “Syukurlah, aku akan tetap bisa berkarya”.

Hampir setiap hari Clara selalu mencari ide-ide nya untuk terus melukis sampai akhirnya ia menjadi pelukis yang terkenal. Pemasukan clara selalu cukup dari hasil menjual lukisan-lukisan nya tersebut. Sampai-sampai ia melupakan bagaimana keadaan ibunya. "Siapa bilang menjadi pelukis itu hanya membuang-membuang waktu, dasar orang aneh". Clara sepertinya masih menyimpan dendam terhadap ibunya.


 Dan disisi lain ibunya menderita sakit yang cukup parah. Ibunya menderita penyakit kanker rahim yang selama 2 tahun selalu menghantuinya. Setiap hari ia harus menahan sakit dan tentunya sakit hati akibat masa lalu. Hanya Clara yang bisa meringankan rasa sakitnya itu, tetapi dia sampai sekarang tidak tahu dimana keberadaan Clara. Sudah puluhan orang suruhan yang dikirim untuk mencari Clara, namun hasilnya nihil.


Ketika berita kepergian ibunya selalu ditayangkan di acara-acara televisi. Clara pun mendengar "Melinda F. Noya seorang Pengusaha Besar itu pun telah berpulang, dia meninggal akibat kanker rahim yang di hidapnya selama 2 tahun terakhir, media sontak kaget karena kematian ini sungguh sebuah misteri karena tidak ada tanda-tanda bahwa ibu Melinda mengidap penyakit kanker ini"


Kuas itupun jatuh, tiba-tiba Clara berhenti melukis dan kembali berpikir apakah yang telah diberitakan tadi adalah ibunya. "Aku harus ke kantor ibu" itulah niat yang terbesit di hati Clara.

Sesampainya di kantor ibunya, Clara langsung menjumpai resepsionis dan menanyakan dimana ibunya sekarang. Dan resepsionis itu memberitahukan bahwa ibunya sedang dalam proses pemakaman. Setelah mendapatkan alamat tempat dimana ibunya dimakamkan, Clara langsung berangkat kesana.

"Ini surat yang ibumu titipkan padaku dan ini untukmu Clara" sekretaris ibunya menyerahkan sepucuk surat kepada Clara. "Aku tidak tahu apa isinya, aku tidak berani membukanya. Silahkan kau baca. Aku sudah tau semua cerita tentang mu karena ibumu sudah menceritakannya padaku".
Kemudian Clara membuka surat tersebut dan membacanya.

Ibu tau kau sangat membenci ibu, ibu seperti ini hanya demi menutupi luka lama ibu terhadap ayahmu. Ayahmu telah meninggalkan ibu demi wanita lain melalui sebuah lukisan itu. Dan raihlah terus hal-hal yang terbaik untukmu. Ibu disana akan selalu merindukan mu”.

Air mata Clara tak henti-hentinya jatuh mengingat betapa jahatnya dia telah meninggalkan ibunya demi keinginan ia semata. Ia menyesali mengapa ia tidak peka terhadap ibunya, ia hanya mengikuti kemauan dia saja tanpa menanyakan kenapa ibunya melarang ia menjadi seorang pelukis.

“Aku akan membuat ibu bangga di singgasana, percayalah.. Aku berjanji ibu” Kata-kata itu terucap di mulut Clara sambil meratapi kuburan ibunya.

0 comments:

Post a Comment

Blog Archives

Popular Posts

 

ƪ(•ˆ⌣ˆ•)ʃ Novitɑ's Journɑl ƪ(•ˆ⌣ˆ•)ʃ Copyright 2009 All Rights Reserved Baby Blog Designed by Ipietoon | All Image Presented by Online Journal


This template is brought to you by : allblogtools.com | Blogger Templates